Ikut ekspedisi kebaikan w/ YIG Community
December 17, 2018
Karawang, 15
Desember 2018
Hari yang penuh
dengan pelajaran, pelajaran hidup, tentunya. Hari aku bertemu teman-teman lama
semasa SMA dan beberapa teman baru di komunitas, serta tak lupa adik-adik manis
dari SDN Kutanegara 2, Karawang, yang kini menjadi bagian dari teman perjalanan
hidupku.
Sangat senang
bisa mendapatkan kesempatan mengikuti kegiatan volunteering ini. Diawali
keberangkatan dari pusat kota Karawang menuju lokasi, yaitu Desa Kutanegara,
Karawang. Benar-benar perjalanan yang luar biasa, penuh dengan drama, haru biru
membasuh muka. Rasa panik, khawatir apakah akan selamat atau tidak terus
mengisi pikiran. Tak akan terlupakan, sepertinya. Tidak pernah terpikirkan, di
kota industri terbesar, masih terdapat tempat yang sedemikian rupa. Akses yang
sama sekali tidak memungkinkan orang luar untuk pergi ke sana. Sempat bingung ,
“bagaimana akan pulang?”, “apa bisa pulang?”.
Setelah kendala
perjalanan berangkat usai, akhirnya rombongan komunitas kami sampai di lokasi.
Setelah berkutat dengan perjalanan yang membutuhkan waktu kurang lebih dua jam
perjananan dari pusat kota Karawang. Di sana, tampak sebuah sekolah yang sudah
tak nampak bangunannya, tergantikan dengan tenda darurat penanggulangan
bencana. Miris, itu pasti. Melihat akses menuju lokasi yang sulit dan tentunya
sangat jauh dari pusat kota, terpaut sekitar 14 KM jaraknya dari pusat kota.
Selain itu, miris juga rasanya ketika melihat bangunan yang seharusnya menjadi
tempat paling nyaman untuk belajar, kini sudah tak ada lagi. Kini, murid-murid
SDN Kutanegara 2 belajar di tenda darurat yang jumlahnya hanya satu. Sehingga,
mereka harus bergabung antar kelasnya. Mungkin ini adalah salah satu alasan
mengapa pendidikan di Indonesia belum berjalan dengan baik, karena akses dan
fasilitasnya yang kurang.
Namun, di balik
itu semua, aku bisa melihat sinar yang berbinar di mata mereka, para murid SDN
Kutanegara 2. Aku sempat berbincang dengan beberapa murid di sana, menanyakan
perihal cita-cita mereka. Ada yang menjawab dokter, guru, sarjana, pemain sepak
bola, dan jawaban-jawaban lain yang membuat suasana hati bercampur-campur, rasa
sedih bersatu dengan rasa bangga. Cita-cita yang luar biasa dengan alasan yang
luar biasa pula. Akses yang sulit membuat mereka jauh dari hingar bingar di
pusat kota. Untuk sekedar melihat jalan raya saja, mereka hanya sesekali
melakukannya. Sisanya, mereka habiskan waktu mereka di desa itu, Desa
Kutanegara. Jauh dari tempat-tempat umum seperti mall, rumah sakit, dll
tidak membuat mereka mengeluh. Aku bisa merasakan bagaimana mereka bisa betah
tinggal di sana. Keinginan mereka tak pernah yang muluk-muluk, selalu bersyukur
dengan yang diberi Allah kepada mereka.
Dari sana, aku
banyak belajar. Bahwa untuk meraih kebahagiaan tak perlu dengan sesuatu yang
mewah dan serba berlebih. Cukup bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kebahagiaan bukan perihal mempunyai harta yang banyak. Bagi mereka, bertemu
orang dari luar desa adalah suatu kebahagiaan. Cukup itu.
Bersyukur. Itu
yang aku lihat dari orang-orang di sana. Mereka tidak terlihat berkeluh kesah,
rasa-rasa tidak terima, karena tinggal di sana, jauh dari mana-mana. Jauh dari
kata ‘mengeluh’.
Bahkan, ketika
aku bertanya kepada salah satu anak di sana, “Lebih enak di mana? Di sini atau
di kota sana?”, ia menjawab bahwa ia lebih betah tinggal di desa itu. Lebih
nyaman, katanya.
Semangat
belajar yang tinggi. Anak-anak di sana luar biasa. Biar fasilitas di sana sangat jauh dari kata
layak, tapi mereka tetap berangkat ke sekolah darurat itu. Di saat orang-orang
di kota kebanyakan tak semangat belajar, pergi ke sekolah saja malas, ternyata
di sini berbeda. Berbanding terbalik dengan yang biasa aku lihat. Mereka tidak
terbuai oleh kecanggihan gadget yang sedang nge-trend. Bermain
versi mereka ya bermain bola, berlari-larian, dan permainan-permainan lain,
konvensional.
Pada intinya,
hari itu adalah hari yang menegangkan sekaligus menenangkan. Menegangkan ketika
di perjalanan. Menenangkan ketika melihat senyum mereka dan mendengar cita-cita
mereka. Lega rasanya, mendengar mereka masih mempunyai mimpi di tengah-tengah
keadaan sulit.
Terima kasih.
Kepada Sang Pengatur Kehidupan, yang selalu membersamaiku dan memberikanku
kesempatan luar biasa ini. Kepada teman-teman komunitas Youth Inspiring
Generation (YIG Community) dan partisipan lain yang telah menjadi perantara
kebaikan ini dan mengajakku untuk terjun dalam ekspedisi kebaikan ini.
Tentang
kebaikan, takkan ada ujungnya. Perihal membalas dan dibalas, itu biar menjadi
urusan-Nya. Kita cukup tunggu, tanpa berhenti berbuat baik. -@silvyabudiharti
suasana bermain bersama anak-anak di Desa Kutanegara |
-----
0 Comments