Being a loner
March 01, 2020
“Kenapa lu kemana-mana sering
sendiri?”
“Kenapa lu jarang main atau
ngumpul sama temen?”
Begitulah pertanyaan yang sering mampir kepada hamba🙂. Mungkin buat yang gak terlalu memperhatikan, gak akan tau kalau aku memang sering pergi sendiri. Keliatannya ya biasa aja kalau memang ada perlu pergi ke luar sendiri, tapi mostly, aku pergi sendiri ke tempat-tempat random yang sebenarnya gak perlu-perlu banget buat aku datangi seperti salah satunya adalah perpustakaan kota. Banyak yang nanya, “Emang lu enak gitu ya kemana-mana sendiri? Gak awkward?”
Sebenarnya, perasaan-perasaan awkward atau canggung bukan hal yang gak
pernah aku rasain. Awal kemana-mana sendiri, bahkan waktu SMA aku sering pulang
sendiri naik angkutan kota, perasaan canggung itu ada, merasa diri sendiri
adalah orang yang aneh karena seperti gak punya teman hingga harus pulang
sekolah sendiri. Sampai akhirnya semua rutinitas itu jadi kebiasaan dan buat
diri nyaman.
Iya, sendiri itu nyaman dan
kadang.. menenangkan. Bukan berarti aku anti-sosial karena nyaman sendiri,
bukan berarti aku juga gak butuh orang lain, gak butuh teman. Bukan itu. Aku hanya
mengurangi porsi ketergantunganku sama teman. Namanya manusia, makhluk sosial,
mana mungkin gak butuh orang lain. Tapi terkadang aku merasa bergantung sama
yang “itu-itu saja” itu gak baik. Itu membuat kita gak berani ambil langkah
sendiri, yang sebenernya kita pengen coba tapi gak jadi karena “dia” gak
ngambil langkah yang sama, alias ikut temen aja.
Ngambil keputusan bareng temen
juga bukan hal yang salah kalau emang kita mampu dan mau ambil langkah itu. Kalau
terpaksa dengan dalih “gakpapa deh, yang penting ada temennya.” Itu yang harus
dikurangin porsinya.
Melepas ketergantungan kita sama
orang lain atau sama temen yang “itu-itu saja” juga membuat kita lebih terbuka
dengan orang baru dan hal baru. Lebih berani ambil langkah sendiri, yang kalau
gagal pun jadi lebih baik rasanya daripada gak nyoba sama sekali, apalagi
gara-gara temen sendiri.
Dulu aku pun begitu kok, apa-apa
sekedar ikut temen. Tapi makin ke sini sadar kalau temen yang kita ikutin juga
punya ruangnya sendiri, punya prioritasnya masing-masing, yang makin lama
membuat kerekatan hubungan pertemanan menjauh. Yet, it’s not problem for me, justru itu buat aku makin sadar kalau
pertemanan itu gak ada yang abadi akrabnya. Bukan nyawa atau harta aja yang gak
abadi, tapi juga sebuah keakraban pertemanan. Dari situ juga makin yakin kalau
emang udah saatnya buat gak terlalu bergantung sama temen dan nyoba bikin ruang
obrolan baru dengan orang lain. Toh, itu semua gak akan abadi, karena setiap
orang makin lama prioritasnya pasti akan bergeser atau berpindah ke hal lain. Jadi
jangan kaget dan takut buat kehilangan itu semua, udah gak akrab boleh, tapi
jangan tinggalin silaturahmi (lho kok jadi ceramah).
Yasudah, segitu aja cuap-cuap
yang gak pernah berhadiah kali ini, semoga hari kalian menyenangkan 🌻🌻🌻
terakhir, ini pict buat kalian. (sending hug virtual)
source: pinterest.com |
0 Comments